Adopsi dan sertifikasi standar ISO bersifat sukarela. Itu teorinya. Pada kenyataannya, terutama dalam dunia bisnis, sudah menjelma sebagai tuntutan wajib untuk membuat organisasi tetap kompetitif.
Mungkin organisasi berpendapat penerapan standar internasional ISO berpotensi memberikan nilai tambah secara riil, organisasi semakin efisien dan efektif. Sistem manajemen berjalan, bos bisa jalan-jalan.
Atau yang lebih pragmatis, sertifikasi ISO untuk meningkatkan citra bagus perusahaan di mata pelanggan, mendapat kepercayaan regulator, bahkan untuk memenuhi persyaratan kontrak dengan pelanggan. Di sektor organisasi public service bisa jadi (bisa juga tidak-jadi :-P) cuma ladang korupsi karena memungkinkan ada deal lewat “penunjukan langsung” konsultan dan lembaga sertifikasi.
Apapun alasannya, adopsi dan sertifikasi ISO memaksa organisasi mengeluarkan biaya dalam jangka pendek membebani—terutama untuk organisasi kecil. Untuk menyiasati beban biaya itu, organisasi dapat mempertimbangkan dulu apa motif utama adopsi standar ISO. Berikut ini beberapa kemungkinan skenarionya:
- Apabila motifnya hanya mendapatkan sertifikat untuk keperluan tender, tidak punya banyak waktu, dan tidak memiliki personil internal yang kompeten, maka sebaiknya carilah konsultan ‘dokumentasi’ ISO. Konsultan yang tidak berbiaya mahal—biasanya konsultan freelance—karena hanya menyiapkan dokumen dan persyaratan untuk sertifikasi.
- Mungkin terdengar motif yang tidak ideal, tapi kenyataannya banyak organisasi menginginkan seperti ini. Sedangkan jika motif adopsi ISO atas kemauan pelanggan, organisasi dapat menawarkan kepada pelanggan bersangkutan apakah perlu proses sertifikasi atau cukup melalui audit pihak kedua. Audit pihak kedua merupakan penilaian yang dilakukan pelanggan kepada organisasi yang bersangkutan, baik melalui outsource maupun sumberdaya internal pelanggan. Opsi ini sangat memungkinkan jika pelanggan organisasi adalah organisasi lain, yang jumlahnya tidak banyak dan beragam.
- Jika organisasi menganggap ISO perlu diadopsi untuk jangka panjang, tidak mendesak, dengan niat “setengah-setengah”, maka organisasi hanya perlu memberikan training kepada personil internal dan membeli atau pinjam “template” dokumentasi ISO dari perusahaan serupa. Mungkin organisasi yang sudah berjalan sangat baik, hanya belum pernah mereview kesesuaiannya dengan standar ISO, dapat menggunakan cara ini.
Personil atau tim yang ditunjuk, selanjutnya, dapat mengkoordinir implementasi, dokumentasi, dan mengembangkan sistem manajemen sesuai kebutuhan organisasi. Hingga apabila suatu saat benar-benar memerlukan sertifikasi atau ada audit dari pelanggan, organisasi sudah siap melakukannya.
- Jika motif utama adopsi ISO untuk perbaikan efektifitas manajemen secara berkelanjutan, maka memiliki personil yang kompeten dalam memahami standar adalah wajib. SDM internal bisa diperoleh melalui rekrutmen atau memberikan training kepada personil yang sudah ada. Atau mungkin organisasi tetap menyewa jasa konsultan ISO, tetapi tidak perlu semua item pekerjaan diserahkan pada konsultan ISO.
Penggunaan SDM internal membuka kesempatan adopsi standar agar lebih “membumi”, sesuai dengan kebutuhan organisasi. Karena personil internal lebih tahu dan banyak waktu untuk interaksi dengan bagian-bagian internal perusahaan. Prinsip Plan-Do-Check-Action, “continual improvement”, lebih terbuka dalam jangka panjang.
- Pilihan terakhir, sebaiknya organisasi mencari konsultan manajemen yang sesuai, konsultan yang benar-benar memahami bidang organisasi bersangkutan. Pilihan ini jika organisasi menghendaki adopsi standar ISO secara substansial, dengan kualitas yang baik, dan waktu yang terencana.
Oleh karenanya, background pendidikan dan profesi konsultan harus diperhatikan.Pengalaman serta penguasaan tools manajemen yang dimiliki konsultan ISO seharusnya memberikan nilai tambah bagi organisasi. Konsultan ISO bisa diharapkan mendasain sistem manajemen yang lebih baik, memberikan fresh view, dan perbaikan-perbaikan yang terukur atas biaya yang telah dikeluarkan organisasi.
Terkadang motif sebuah adopsi dan sertifikasi sistem manajemen standar ISO juga mengalami perubahan-perubahan di tengah jalan. Pada awalnya hanya ingin benar-benar memanfaatkan standar sebagai panduan sistem, namun karena kesibukan dan kebutuhan tender kemudian motif beralih ingin cepat dapat sertifikat. Dan mungkin ada pola-pola motif lainnya yang lebih kompleks. ( iyus | CHECKLIST-MAGAZINE.COM )
Leave a Reply